Pages

Ads 468x60px

Minggu, 12 Agustus 2012

Khitbah

MELAMAR CINTA 

Akhirnya masa-masa relationship, perkenalan (taaruf) secara islami berakhir sudah. Selanjutnya pihak laki-laki memutuskan untuk melamar atau mengkhitbah pihak perempuan untuk dijadikan calon isteri dengan ketentuan sebagai berikut:


1. Pengertian Khitbah

Khitbah (melamar) yaitu pernyataan, ucapan, perjanjian (aqad) antara lelaki dan perempuan dewasa sebagai suami-isteri untuk membina rumah tangga yang harmonis, bahagia, penuh cinta kasih sayang serta mendapat Ridha Allah swt.

2. Peraturan Khitbah           
  1. Lamaran dilakukan dengan perantaraan orang lain, yang paling baik dilakukan oleh pihak keluarga dan bila tidak ada bisa dilakukan oleh kerabat dekat, karena hal tersebut menjadi kehormatan bagi pihak keluarga yang dilamar dan menyebabkan keharmonisan bagi kedua keluarga
  1. Lamaran seorang lelaki terhadap perempuan harus sesuai dengan norma alami, dan tercela bila menyalahi peraturan itu. Secara alami, lelaki adalah pihak yang menginginkan, dan perempuan adalah pihak yang diinginkan; lelaki adalah pihak pencari dan perempuan adalah pihak yang dicari. Mencari dan mengejar adalah watak lelaki, sedang malu dan mengundang hasrat adalah watak perempuan.
  1. Tradisi yang biasa dilakukan ketika lamaran adalah pemberian cincin, pakaian atau barang-barang dari pihak lelaki kepada perempuan. Ini adalah tradisi yang baik, karena dapat memberi pengaruh positif pada pihak perempuan. Pihak perempuan akan menilai hal itu sebagai bukti ketulusan hati dan cinta dari pihak lelaki. Tradisi atau upacara ini menandakan bahwa pihak lelaki telah menjadi tunangan pihak perempuan, dan masing-masing dari mereka berdua dianggap sebagai calon pasangan yaitu sebagai calon suami dan calon isteri yang tidak lama lagi akan melangsungkan akad nikah
  1. Dengan lamaran, calon isteri belum muhrim bagi calon suami Sebelum akad nikah dilangsungkan, keduanya tetap tidak boleh bersenang-senang secara seksual. Untuk menikmatinya, keduanya harus menunggu sampai akad nikah dilaksanakan
  1. Masa menunggu lamaran ke akad nikah adalah  masa yang amat rawan dan sensitif, dan bisa menimbulkan bahaya bila tidak dijaga baik-baik. Relationship (hubungan) cinta bisa berubah menjadi relationship keputusasaan. Tak jarang rencana pernikahan berantakan hanya karena adanya masalah sepele  di dalamnya.  Untuk itu hubungan antara kedua keluarga perlu dijalin terus menerus dengan menjaga perkataan dan tindakan masing-masing. Alangkah baiknya jika calon suami memberikan hadiah kepada calon isteri setiap beberapa waktu. Jika calon suami pergi jauh, hendaknya ia menghubungi calon isterinya melalui surat, sms, email atau telepon untuk menanyakan keadaannya, dan membawa oleh-oleh ketika kembali pulang. Sebaliknya calon isteri dan keluarganya membalas kebaikan sang calon suami. Dengan begitu kesetiaan terhadap calon pasangan bisa terjalin secara harmonis
  1. Janganlah kalian membatalkan janji yang sakral (lamaran), walaupun belum terikat pernikahan yang sah, dengan alasan-alasan yang tak logis. Jika pelamar lain datang menemui pihak perempuan, janganlah menerimanya dan tolaklah pihak pelamar. Sebagai manusia kalian harus bisa menepati janji
  1. Bisa membatalkan lamaran jika mempunyai alasan yang kuat dan logis. Misalkan pihak perempuan atau pihak lelaki merasakan bahwa calon pasangannya tidak memiliki tolak ukur yang mendasar dan utama, yaitu tidak berpegang teguh pada syariat Allah, tidak bermoral, peminum bir dan arak (khamr), penjudi, melalaikan sholat, pecandu narkoba, pencuri dan perbuatan lainnya yang termasuk perbuatan maksiat maka jelaslah menikah dengan orang seperti itu tidak akan mendatangkan kebahagiaan dan kenyamanan. Alangkah baiknya jika lamarannya dibatalkan sejak semula. Maksudnya, sangatlah membatalkan lamaran demi mengantsipasi suatu bahaya dan dalam hal ini haruslah melakukannya dengan cara yang benar, dengan selalu menjaga etika dan norma Islami dan menghindari perbuatan melecehkan, mencemarkan, mencela, menggunjing, dan menyakiti hati orang lain.
  1. Hadiah-hadiah yang diberikan sebelum pengucapan akad nikah masih menjadi hak pelamar (pemberi), dia boleh menuntut dan meminta kembali hadiah itu didasarkan pernikahannya dibatalkan. Hadiah itu bisa diambil kembali apabila si pelamar (pemberi) memang menuntut untuk dikembalikan, apabila tidak si penerima (yang dilamar)  boleh memiliki hadiah tersebut. Tetapi, ini hanya berlaku untuk hadiah yang masih ada dan utuh, seperti cincin, pakaian dan barang-barang perhiasan lainnya, sedangkan barang yang tidak utuh dan tidak bertahan lama  seperti makanan tidak perlu dikembalikan kepada si pelamar dan si pelamar tidak boleh memintanya kembali.

3. Adab Khitbah Secara Langsung
 
1    a. Melihat wanita yang dikhitbah

Melihat wanita yang dikhitbah maksudnya untuk melangsungkan hubungan kedua belah pihak dan menguatkan tekad berumah tangga

Rasulullah saw bersabda:

lihatlah dia, karena sesungguhnya hal itu lebih menjamin untuk melangsungkan hubungan kamu berdua

Dalam melihat wanita yang dikhitbah, seorang pengkhitbah harus memenuhi ketentuan adab berikut ini:

  •   tidak boleh melihat wanita yang dikhitbah kecuali setelah mengambil kepastiannya untuk menikah
  •     tidak boleh melihat wanita pinangan kecuali wajah dan kedua tangannya
  •     boleh melihat berkali-kali selama belum jelas
  •   boleh kedua belah pihak melakukan pembicaraan di dalam majelis pinangan  
  •     tidak boleh berjabat tangan dengan wanita yang dikhitbah                   
  •    tidak boleh berkhalwat dengan wanita yang akan dikhitbah dan harus ada maharnya setiap kali bertemu dan berkunjung

     b. Tidak mengkhitbah wanita yang sudah dikhitbah

Rasulullah saw bersabda:

Janganlah seseorang meminang pinangan saudaranya sehingga peminang itu meninggalkannya atau mengizinkannya.” (HR Bukhari)

3   c.  Mengkhitbah dengan sindiran atau isyarat pada wanita  beriddah
  •    Jika wanita yang sedang iddah (kematian suami/thalaq) maka seseorang tidak boleh mengkhitbah sehingga berakhir masa iddahnya
  •     Tetapi orang yang ingin mengkhitbah boleh dengan menyindir atau memberi isyarat bahwa dia ingin menikahinya, seperti mengutus orang untuk menyampaikan pesannya: “jika masa iddahmu berakhir, maka utuslah orang untuk mengabarinya kepadaku

Allah swt berfirman:

Dan tidak ada larangan atas kamu tentang peminangan yang kamu sindirkan kepada perempuan-perempuan itu (di masa iddah) atau tentang maksud yang kamu simpan dalam hati kamu, Allah mengetahui bahwa kamu akan mengingat perempuan-perempuan itu, tapi janganlah kamu berjanji kepada mereka itu dalam rahasia 

(Al-Baqarah: 235)


4  Khitbah Menggunakan SMS

Dengan semakin canggihnya teknologi komunikasi, tak jarang seseorang terpikir untuk mengkhitbah dengan menggunakan sms. Apakah boleh hukumnya mengkhitbah dengan menggunakan sms. Para ulama sempat memikirkan hal itu dan akhirnya diperoleh kesepakatan bahwa hukum mengkhitbah lewat sms adalah mubah artinya dibolehkan.

Hal ini didasarkan kepada suatu kaidah fikih yang menyatakan :

al-kitabah ka al-khithab (Wahbah Az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami, 2/860).

Artinya:
  
tulisan itu kedudukannya sama dengan ucapan/lisan

Berdasarkan kaidah tersebut diperoleh suatu kesimpulan bahwa suatu pernyataan, akad, perjanjian, dan semisalnya, yang berbentuk tulisan (kitabah) kekuatan hukumnya sama dengan apa yang diucapkan dengan lisan (khithab). Penerapan kaidah fikih tersebut di masa modern ini banyak sekali. Misalnya surat kwitansi, cek, dokumen akad, surat perjanjian, dan sebagainya. Termasuk juga “bukti/dokumen tertulis” (al-bayyinah al-khaththiyah) yang dibicarakan dalam Hukum Acara Islam, sebagai bukti yang sah dalam peradilan. 
(Ahmad Ad-Da’ur, Ahkam Al-Bayyinat, hal. 71; Asymuni Abdurrahman, Qawa’id Fiqhiyyah, hal. 52).

Dalil kaidah fikih tersebut, antara lain karena adanya irsyad (petunjuk) Allah SWT agar melakukan pencatatan dalam muamalah yang tidak tunai (dalam utang piutang) (QS Al-Baqarah : 282). Demikian pula dalam dakwahnya, selain menggunakan lisan, Rasulullah SAW juga terbukti telah menggunakan surat. (Kholid Sayyid Ali, Surat-Surat Nabi Muhammad, Jakarta : GIP, 2000). Ini menunjukkan bahwa tulisan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan lisan.

Jadi, seorang ikhwan (lelaki) boleh hukumnya mengkhitbah seorang akhwat (wanita) lewat SMS, berdasarkan kaidah fikih tersebut. Namun demikian, disyaratkan akhwat yang dikhitbah itu secara syar’i memang boleh dikhitbah. Yaitu perempuan tersebut haruslah : (1) bukan perempuan yang haram untuk dinikahi; (2) bukan perempuan yang sedang menjalani masa ‘iddah; dan (3) bukan perempuan yang sudah dikhitbah oleh laki-laki lain. 
(Nida Abu Ahmad, Al-Khitbah Ahkam wa Adab, hal.5).

Adapun mengenai batas waktu khitbah, yaitu jarak waktu khitbah dan nikah, sejauh pengetahuan para ulama tidak ada satu nash pun baik dalam Al-Qur`an maupun As-Sunnah yang menetapkannya. Baik tempo minimal maupun maksimal. (Yahya Abdurrahman, Risalah Khitbah, hal. 77). Dengan demikian, boleh saja jarak waktu antara khitbah dan nikah hanya beberapa saat, menit , bulan, tahun, semuanya dibolehkan, selama jarak waktu tersebut disepakati pihak laki-laki dan perempuan

Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:
Kaum muslimin [bermu'amalah] sesuai syarat-syarat di antara mereka, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau yang menghalalkan yang haram.” 

(HR Abu Dawud & Tirmidzi). (Ash-Shan’ani, Subulus Salam, 3/59).

Tetapi para ulama cenderung menyatakan semakin cepat menikah adalah semakin baik. Sebab jarak yang lama antara khitbah dan nikah dapat menimbulkan keraguan mengenai keseriusan kedua pihak yang akan menikah, juga keraguan apakah keduanya dapat terus menjaga diri dari kemaksiatan seperti khalwat dan sebagainya. Keraguan semacam ini sudah sepatutnya dihilangkan sesuai sabda Rasulullah saw dibawah ini:

Rasulullah saw  bersabda:
Tinggalkan apa yang meragukanmu, menuju apa yang tidak meragukanmu.” 
    
(HR Tirmidzi & Ahmad).


Sumber: 

  • Muhammad Taufiq Ali Yahya. 2006. Pasanganku Surgaku. Jakarta: Lentera
  • Internet

0 komentar:

Posting Komentar

 

About