Pages

Ads 468x60px

Minggu, 12 Agustus 2012

Adab Jima Cinta

Adab Jima'

Jima’ dalam ikatan nikah adalah jalan halal yang disediakan Allah untuk melampiaskan hasrat biologis insani dan menyambung keturunan bani Adam. Selain itu jima’ yang halal juga merupakan ibadah yang berpahala besar.
 

Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
Dalam kemaluanmu itu ada sedekah.

Sahabat lalu bertanya:
 “Wahai Rasulullah, apakah kita mendapat pahala dengan menggauli istri kita?.”
 

 Rasulullah menjawab:Bukankah jika kalian menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan berdosa? Maka begitu juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang halal, kalian akan berpahala.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)

Hubungan intim, menurut Ibnu Qayyim Al-Jauzi dalam Ath-Thibbun Nabawi (Pengobatan ala Nabi), sesuai dengan petunjuk Rasulullah memiliki tiga tujuan:
  • memelihara keturunan dan keberlangsungan umat manusia,
  • mengeluarkan cairan yang bila mendekam di dalam tubuh akan berbahaya,
  • meraih kenikmatan yang dianugerahkan Allah.
Ulama salaf mengajarkan, “Seseorang hendaknya menjaga tiga hal pada dirinya:
  1. Jangan sampai tidak berjalan kaki, agar jika suatu saat harus
    melakukannya tidak akan mengalami kesulitan;
  2. Jangan sampai tidak makan,agar usus tidak menyempit;
  3. jangan sampai meninggalkan hubungan seks, karena air sumur saja bila tidak digunakan akan kering sendiri.
Muhammad bin Zakariya menambahkan:
 “Barangsiapa yang tidak bersetubuh dalam waktu lama, kekuatan organ tubuhnya akan melemah, syarafnya akanmenegang dan pembuluh darahnya akan tersumbat. Saya juga melihat orangyang sengaja tidak melakukan jima’ dengan niat membujang, tubuhnyamenjadi dingin dan wajahnya muram.”

Manfaat bersetubuh dalam pernikahan, menurut Ibnu Qayyim,adalah:
  1. Terjaganya pandangan mata dan kesucian diri
  2. Hati dari perbuatan haram.
  3. Jima’ juga bermanfaat terhadap kesehatan psikis pelakunya, melalui kenikmatan tiada tara yang dihasilkannya.
Puncak kenikmatan bersetubuh tersebut dinamakan orgasme (faragh).
Meski tidak semua hubungan seks pasti berujung faragh, tetapi upaya optimal
pencapaian faragh yang adil hukumnya wajib

Yang dimaksud faragh yang adil adalah orgasme yang bisa dirasakan oleh kedua belah pihak, yakni suami dan istri. Mengapa wajib, Karena faragh bersama merupakan salah satu unsur penting dalam mencapai tujuan pernikahan yakni sakinah, mawaddah dan warahmah. 

Ketidakpuasan salah satu pihak dalam jima’, jika dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan akan mendatangkan madharat yang lebih besar, yakni perselingkuhan. Maka, sesuai dengan prinsip dasar islam, la dharara wa la dhirar (tidak berbahaya dan membahayakan), segala upaya mencegah hal-hal yang membahayakan pernikahan yang sah hukumnya juga wajib, salah satu unsur terpenting dari strategi pencapaian faragh adalahpendahuluan atau pemanasan yang dalam bahasa asing disebut foreplay (isti’adah). Pemanasan yang cukup dan akurat, menurut para pakar seksologi, akan mempercepat wanita mencapai faragh.

Karena dianggap amat penting, pemanasan sebelum berjima’ juga diperintahkan Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam. Beliau bersabda:
Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu.”(HR. At-Tirmidzi).

Bahkan, Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, diceritakan dalam Sunan Abu Dawud,
mencium bibir Aisyah dan mengulum lidahnya.

Dua hadits tersebut sekaligus mendudukan ciuman antar suami istri sebagai sebuah kesunahan sebelum berjima’..

Pasangan suami istri hendaknya sangat memperhatikan segala unsur yang menyempurnakan fase ciuman. Baik dengan menguasai tekhnik dan trik berciuman yang baik, maupun kebersihan dan kesehatan organ tubuh yang akan dipakai berciuman. Karena bisa jadi, bukannya menaikkan suhu jima’, bau mulut yang tidak segar justru akan menurunkan semangat dan hasrat pasangan.

Sedangkan rayuan yang dimaksud di atas adalah semua ucapan yang dapat memikat pasangan, menambah kemesraan dan merangsang gairah berjima’. Dalam istilah fiqih kalimat-kalimat rayuan yang merangsang disebut rafats, yang tentu saja haram diucapkan kepada selain istrinya.

Ibnu Taymiyyah berpendapat:
“Selain ciuman dan rayuan, unsur penting lain dalam pemanasan adalah sentuhan mesra. Bagi pasangan suami istri, seluruh bagian tubuh adalah obyek yang halal untuk disentuh, termasuk kemaluan. Terlebih jika dimaksudkan sebagai penyemangat jima’.

Syaikh Nashirudin Al-Albani, mengutip perkataan Ibnu Urwah Al-Hanbali dalam kitabnya yang masih berbentuk manuskrip, Al-Kawakbu Ad-Durari, yaitu:
Diperbolehkan bagi suami istri untuk melihat dan meraba seluruh lekuk tubuh pasangannya, termasuk kemaluan. Karena kemaluan merupakan bagian tubuh yang boleh dinikmati dalam bercumbu, tentu boleh pula dilihat dan diraba.” (Diambil dari pandangan Imam Malik dan ulama lainnya)

Berkat kebesaran Allah, setiap bagian tubuh manusia memiliki kepekaan dan rasa yang berbeda saat disentuh atau dipandangi. Maka, untuk menambah kualitas jima’, suami istri diperbolehkan pula menanggalkan seluruh pakaiannya

Dari Aisyah RA, ia menceritakan, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dalam satu bejana…” (HR. Bukhari dan Muslim).

Untuk mendapatkan hasil sentuhan yang optimal, seyogyanya suami istri mengetahui dengan baik titik-titik yang mudah membangkitkan gairah pasangan masing-masing. Maka diperlukan sebuah komunikasi terbuka dan santai antara pasangan suami istri, untuk menemukan titik-titik tersebut, agar menghasilkan efek yang maksimal saat berjima’.

Diperbolehkan bagi pasangan suami istri yang tengah berjima’ untuk mendesah. Karena desahan adalah bagian dari meningkatkan gairah
Imam As-Suyuthi meriwayatkan:
“ada seorang qadhi yang menggauli istrinya. Tiba-tiba sang istri meliuk dan mendesah. Sang qadhi pun menegurnya. Namun tatkala keesokan harinya sang qadhi mendatangi istrinya ia justru berkata,“Lakukan seperti yang kemarin.”

Satu hal lagi yang menambah kenikmatan dalam hubungan intim suami istri, yaitu posisi bersetubuh. Kebetulan Islam sendiri memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada pemeluknya untuk mencoba berbagai variasi posisi dalam berhubungan seks

Satu-satunya ketentuan yang diatur syariat hanyalah, semua posisi seks itu tetap dilakukan pada satu jalan, yaitu farji. Bukan yang lainnya.
Istri-istrimu adalah tempat bercocok tanammu, datangilah ia dari arah manapun yang kalian kehendaki.” QS. Al-Baqarah (2:223).

Adab-adab jima':

1. Tatkala hendak mendatangi isterinya, suami dianjurkan mengatakan seperti yang  dinasehatkan Rasulullah saw dalam sebuah hadist shahih

Rasulullah SAW bersabda: 
 
“Jika salah seorang diantara kalian hendak mendatangi (menyetubuhi) isterinya, dan dia berkata:
Alloohumma jan-nibnasy-syaithoona wa jannibisy-syaithoona maa ro zaq tanaa’

 Artinya:
Ya Alloh jauhkanlah kami dari Syetan dan jauhkanlah syetan dari anak yang Engkau anugerahkan kepada kami
Maka jika ditetapkan ada anak diantara keduanya, maka syetan sama sekali tidak akan menimbulkan mudharat kepadanya. ( HR. Al-Bukhari)

2. Dianjurkan wudhu pada saat mengulangi persetubuhan

3. Wudhu sebelum tidur

Hadits Aisyah ra, dia berkata:

“ Jika Rosululloh saw hendak makan atau tidur, sedang beliau dalam keadaan junub, maka beliau membasuh kemaluannya dan wudhu seperti wudhu untuk sholat”
(HR. Asy-Syaikhani)

4. Boleh tayamum sebagai ganti wudhu

Hadits Aisyah ra, dia berkata:

“Jika Rosululloh saw junub lalu hendak tidur, maka beliau wudhu atau tayamum”
(HR. Al-Baihaqi dengan isnad Hasan)

5. Suami isteri boleh mandi bersama

Hadits Aisyah ra, dia berkata:

“ Saya pernah mandi bersama Rasulullah saw dari satu bejana. Tangan kami berebut masuk kedalamnya, dan ternyata beliau lebih dulu dariku, sehingga aku berkata, ‘biarkan saya, biarkan saya!” Aisyah menjelaskan, bahwa keduanya sedang junub” (HR.Asy-Syaikhani)

6. Diantara adab menggauli hendaknya keduanya sama-sama melepaskan pakaian karena dengan demikian akan leluasa dalam bergaul dan menambah kemesraan dan kasih sayang kepada isteri

Tetapi yang afdhal adalah bertelanjang dalam satu selimut, sabda Nabi saw:

Sesungguhnya Allah swt pemalu dan suka menutupi, Ia mencintai sifat malu (ketertutupan) (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Abu Daud)

7. Diantara adab menggauli adalah bermesraan, merangkul dan mencium sebelum menggauli isterinya

Sabda Nabi saw:

“ Janganlah salah seorang dari kamu menggauli isterinya seperti binatang, tetapi hendaklah ada perangsang sebelumnya, Ditanyakan, “apa perangsangnya?’ Nabi menjawabnya, “Ciuman dan percakapan” 
(HR. Abu Mansur Al-Dailami di dalam Musnad Al-Firdaus)

8. Boleh bergaul dengan semua gaya

Allah swt berfirman:

“ Isteri-isteri kamu adalah ladang kamu maka datangilah ladang kamu sesukamu “
(Al-Baqarah:223)
 
Warning……..

setelah sperma terpancar keluar dari laki2 hendaklah dia bersyahadat

suami: Ashadualla illaha ilallah
isteri:  wa ashaduana muhammadarrasulullah

maka terjadilah si jabang bayi dengan tertanam kalimah tauhid semenjak di semprotkan ke rahim sang ibu ,calon anak yang baik karena dari ayah yang baik, ibu yang baik, ditanam dengan baik, dipelihara dengan baik

suami: assalamu;alaiki ya babuurahman
isteri: alaika salam ya babuurohim wa ya amirul mukimin ( istri mengangkat suami sebagai imam dan pemimpin buat wanita)

lanjutkan dengan doa
tidak boleh bertelanjang bulat sebagaimana unta berkawin
rayulah istri sebelum digauli

yang terakhir dan yang terpenting
setelah syahwat berdua telah tercapai:

pijat istri dengan lembut dari atas sampai pangkal kaki
sebagai bentuk ucapan balas budi atas keridhoaan istri
dan si istri tidak pernah berkesan sebagai tempat pembuangan syahwat

indah kan bagaimana nabi mengajarkan ini
halalkan farad kemaluan istri kamu dengan kalimah Allah
maka ketika bersetubuh dengan istri hendaklah kalian memuji Allah

0 komentar:

Posting Komentar

 

About